Susunan: Ustaz Mohamad Muhaimin Zaki
Dalam kehidupan manusia, pastinya tidak dapat lari daripada berhajatkan kepada sesuatu yang lazimnya disebut sebagai amalan berdoa. Berikut merupakan antara adab berdoa menurut al-Quran dan hadith baginda Nabi Muhammad SAW.
1. Mengucapkan pujian kepada Allah
terlebih dahulu sebelum berdo’a dan diakhiri dengan mengucapkan shalawat kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hal itu karena engkau memohon kepada
Allah suatu pemberian rahmat dan ampunan, maka pertama kali yang harus
dilakukan olehmu adalah memberikan sanjungan dan pengagungan sesuai dengan
kedudukan Allah Yang Mahasuci.
عَنْ
فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ: بَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَاعِدًا إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ:
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ، فَقَالَ
رَسُوْلَُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجِلْتَ أَيُّهَا الْمُصَلِّيْ
إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدِاللهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ وَصَلِّ عَلَيَّ
ثُمَّ ادْعُهُ قَالَ ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَحَمِدَ اللهَ وَصَلَّى
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا الْمُصَلِّي ادْعُ تُجَبْ.
Dari Fadhalah bin ‘Ubad Radhiyallahu
anhu, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan duduk-duduk, masuklah seorang laki-laki. Orang itu kemudian
melaksanakan shalat dan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah (dosaku) dan berikanlah
rahmat-Mu kepadaku.’ Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Engkau telah tergesa-gesa, wahai orang yang tengah berdo’a. Apabila engkau
telah selesai melaksanakan shalat lalu engkau duduk berdo’a, maka (terlebih
dahulu) pujilah Allah dengan puji-pujian yang layak bagi-Nya dan bershalawatlah
kepadaku, kemudian berdo’alah.’ Kemudian datang orang lain, setelah melakukan
shalat dia berdo’a dengan terlebih dahulu mengucapkan puji-pujian dan
bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Wahai orang yang tengah
berdo’a, berdo’alah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan do’amu.’”[1]
2. Husnuzhzhan (berbaik sangka)
kepada Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepada-mu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo’a.” [Al-Baqarah/2: 186]
Allah dekat dengan kita dan Allah
bersama kita dengan ilmu-Nya (pengetahuan-Nya), pengawasan-Nya dan
penjagaan-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meme-rintahkan
kepada kita untuk menyerahkan masalah pengabulan do’a hanya kepada Allah dan
harus me-rasa yakin dengan terkabulnya do’a.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُدْعُوا
اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ.
“Berdo’alah kepada Allah dalam
keadaan engkau merasa yakin akan dikabulkannya do’a.”[2]
Maksud hadits ini adalah kalian
harus merasa yakin dan percaya bahwa Allah dengan kemurahan-Nya dan karunia-Nya
yang agung tidak akan mengecewakan seseorang yang berdo’a kepada-Nya, apabila
dipanjatkan dengan penuh pengharapan dan ikhlas yang sebenar-benarnya. Hal ini
disebabkan apabila seseorang yang berdo’a tidak percaya dan yakin akan
terkabulnya do’a yang ia panjatkan, maka tidaklah mungkin ia memanjatkan
do’anya dengan bersungguh-sungguh.
3. Mengakui dosa-dosa yang
diperbuat. Perbuatan tersebut mencerminkan sempurnanya penghambaan terhadap
Allah
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Ali
bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ
اللهَ لَيَعْجَبُ مِنَ الْعَبْدِ إِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ إِنِّيْ
قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ
الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، قَالَ: عَبْدِيْ عَرَفَ أَنَّ لَهُ رَباًّ يَغْفِرُ وَ
يُعَاقِبُ.
“Sesungguhnya Allah kagum kepada hamba-Nya
apabila ia berkata: ‘Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau, sesungguhnya
aku telah menganiaya diriku sendiri, maka ampunilah dosa-dosaku karena
sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau.’ Allah
berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengetahui bahwa baginya ada Rabb yang mengampuni
dosa dan menghukum.’”[3]
4. Bersungguh-sungguh dalam berdo’a
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَعْزِمِ الْمَسْأَلَةَ وَلاَيَقُوْلَنَّ اللّهُمَّ إِنْ
شِئْتَ فَأَعْطِنِيْ فَإِنَّهُ لاَ مُسْتَكْرِهَ لَهُ.
‘Apabila salah seorang di antara
kalian berdo’a maka hendaklah ia bersungguh-sungguh dalam permohonannya kepada
Allah dan janganlah ia berkata, ‘Ya Allah, apabila Engkau sudi, maka
kabulkanlah do’aku ini,’ karena sesungguhnya tidak ada yang memaksa Allah.”[4]
Maksud dari bersungguh-sungguh dalam
berdo’a adalah terus-menerus dalam meminta dan memohon kepada Allah dengan
mendesak.
5. Mendesak terus-menerus dalam
berdo’a
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
سُرِقَتْ
مِلْحَفَةٌ لَهَا، فَجَعَلَتْ تَدْعُوْ عَلَى مَنْ سَرَقَهَا فَجَعَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لاَ تُسَبِّخِيْ عَنْهُ.
“Mantel kepunyaannya telah dicuri,
kemudian ia mendo’akan kejelekan kepada orang yang mencurinya, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Jangan engkau meringankannya.’”[5]
Maksudnya janganlah engkau meringankan
dosa perilaku mencurinya dengan do’amu untuk kejelekannya.
6. Berdo’a dengan mengulanginya
sebanyak tiga kali
Telah diriwayatkan dengan shahih dalam as-Sunnah, sebagaimana hadits riwayat Muslim yang panjang dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata,
Telah diriwayatkan dengan shahih dalam as-Sunnah, sebagaimana hadits riwayat Muslim yang panjang dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata,
فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ رَفَعَ صَوْتَهُ ثُمَّ دَعَا عَلَيْهِمْ
وَكَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلاَثاً وَإِذَا سَأَلَ سَأَلَ ثَلاَثاً ثُمَّ قَالَ:
اَللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ
عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ.
‘Setelah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam selesai dari shalatnya, beliau mengeraskan suaranya, kemudian
mendo’akan kejelekan bagi mereka dan apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berdo’a, beliau ulang sebanyak tiga kali dan apabila beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memohon, diulanginya sebanyak tiga kali kemudian beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a: ‘Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum
Quraisy, Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu
kuserahkan kaum Quraisy.’”[6]
7. Berdo’a dengan lafazh yang
singkat dan padat namun maknanya luas
Yaitu dengan perkataan ringkas dan bermanfaat yang menunjukkan pada makna yang luas dengan lafazh yang pendek dan sampai kepada maksud yang diminta dengan menggunakan susunan kata yang paling sederhana (tidak bersajak-sajak) sebagaimana keterangan yang terdapat dalam Sunan Abi Dawud dan Musnad Imam Ahmad dari ‘Aisyah bahwasanya ia berkata:
Yaitu dengan perkataan ringkas dan bermanfaat yang menunjukkan pada makna yang luas dengan lafazh yang pendek dan sampai kepada maksud yang diminta dengan menggunakan susunan kata yang paling sederhana (tidak bersajak-sajak) sebagaimana keterangan yang terdapat dalam Sunan Abi Dawud dan Musnad Imam Ahmad dari ‘Aisyah bahwasanya ia berkata:
كَانَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ
وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menyukai berdo’a dengan do’a-do’a yang singkat dan padat namun
makna-nya luas dan tidak berdo’a dengan yang selain itu.”[7]
Salah satu contoh dari do’a ini
adalah hadits yang diriwayatkan dari Farwah bin Naufal, ia berkata: “Aku
bertanya kepada ‘Aisyah tentang do’a yang senantiasa dipanjatkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam senantiasa mengucapkan do’a:
اَللّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَشَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ.
“Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku kerjakan dan dari
keburukan yang belum aku kerjakan.”[8]
Sedangkan contoh yang lain adalah
hadits Abu Musa al-Asy’ari, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya
beliau senantiasa berdo’a dengan do’a berikut:
اَللّهُمَّ
اغْفِرْ لِيْ خَطِيْئَتِي وَجَهْلِيْ وَإِسْرَافِيْ فِي أَمْرِيْ، وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ، الَلَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ جِدِّيْ وَهَزْلِيْ وَخَطَئِيْ
وَعَمْدِيْ وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِيْ، الَلّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ،
أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
“Ya Allah, berikanlah ampunan
kepadaku atas kesalahan-kesalahanku, kebodohanku, serta sikap berlebihanku
dalam urusanku dan segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya daripada
diriku. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas keseriusanku dan candaku,
kekeliruanku dan kesengajaanku, semua itu ada pada diriku. Ya Allah, berikanlah
ampunan kepadaku atas apa-apa yang telah aku lakukan dan yang belum aku
lakukan, apa-apa yang aku sembunyi-kan dan yang aku tampakkan, serta apa-apa
yang Engkau lebih mengetahui daripada aku, Engkaulah Yang Mahamendahulukan
(hamba kepada rahmat-Mu) dan Yang Mahamengakhirkan, Engkaulah Yang Mahakuasa
atas segala sesuatu.”[9]
8. Orang yang berdo’a hendaknya
memulai dengan mendo’akan diri sendiri (jika hendak mendo’akan orang lain)
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“…Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…”
[Al-Hasyr/59: 10]
Firman-Nya yang lain:
قَالَ
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ
“Musa berdo’a: ‘Ya Rabbku, ampunilah
aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau…’” [Al-A’raaf/7:
151]
Firman-Nya yang lain:
رَبَّنَا
اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Rabb-ku, berikanlah ampun
kepadaku dan kedua ayah ibuku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari Kiamat).” [Ibrahim/14: 41]
Dari Ibnu ‘Abbas dari Ubay bin
Ka’ab, ia berkata,
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَكَرَ أَحَدًا
فَدَعَا لَهُ بَدَأَ بِنَفْسِهِ.
“Apabila Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam ingat kepada seseorang, maka beliau mendo’akannya dan sebelumnya
beliau mendahulukan berdo’a untuk dirinya sendiri.”[10]
Namun hal tersebut bukan merupakan
kebiasaan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terkadang memang
benar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang lain tanpa mendo’akan
dirinya sendiri sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam kisah Hajar:
يَرْحَمُ
اللهُ أُمَّ إِسْمَاعِيْلَ لَوْ تَرَكَتْهَا لَكَانَتْ عَيْناً مَعِيْناً.
“Semoga Allah memberikan rahmat
kepada Ibu Nabi Isma’il, seandainya beliau membiarkan air Zamzam (mengalir
bebas) niscaya ia menjadi mata air yang terus mengalir.”[11]
9. Memilih berdo’a di waktu yang
mustajab (waktu yang pasti dikabulkan), di antaranya adalah:
a. Pada waktu tengah malam[12]
b. Di antara adzan dan iqamah[13]
c. Di saat dalam sujud[14]
d. Ketika adzan
e. Ketika sedang berkecamuk peperangan[15]
f. Setelah waktu ‘Ashar pada hari Jum’at[16]
g. Ketika hari ‘Arafah[17]
h. Ketika turun hujan[18]
i. Ketika 10 hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar). (Lihat ad-Du’a, karya ‘Abdullah al-Khudhari).[19]
a. Pada waktu tengah malam[12]
b. Di antara adzan dan iqamah[13]
c. Di saat dalam sujud[14]
d. Ketika adzan
e. Ketika sedang berkecamuk peperangan[15]
f. Setelah waktu ‘Ashar pada hari Jum’at[16]
g. Ketika hari ‘Arafah[17]
h. Ketika turun hujan[18]
i. Ketika 10 hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar). (Lihat ad-Du’a, karya ‘Abdullah al-Khudhari).[19]
[Disalin dari kitab Aadaab
Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam
Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
_______
Nota Kaki
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3476) dan Abu Dawud (no. 1481). Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3988).
[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3479). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (II/98-99) dari Sahabat ‘Ali bin Rabi’ah. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1653), karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6338) dan Muslim (no. 2678). Lafazh hadits ini berdasarkan riwayat al-Bukhari.
[5]. Dha’if: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya (no. 1497). Didha’ifkan oleh Syaikh al-Albani t dalam Dha’iif Sunan Abi Dawud (no. 1050).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 240) dan Muslim (no. 1794 (107)).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1482), Ahmad (VI/148, 189) dan al-Hakim (I/539). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4949).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2716).
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6399) dan Muslim (no. 2719 (70)).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3385) dan Abu Dawud (no. 3984). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4723).
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (V/ 121, no. 21163). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1669).
[12]. Dalilnya firman Allah Ta’ala:
_______
Nota Kaki
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3476) dan Abu Dawud (no. 1481). Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3988).
[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3479). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (II/98-99) dari Sahabat ‘Ali bin Rabi’ah. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1653), karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6338) dan Muslim (no. 2678). Lafazh hadits ini berdasarkan riwayat al-Bukhari.
[5]. Dha’if: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya (no. 1497). Didha’ifkan oleh Syaikh al-Albani t dalam Dha’iif Sunan Abi Dawud (no. 1050).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 240) dan Muslim (no. 1794 (107)).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1482), Ahmad (VI/148, 189) dan al-Hakim (I/539). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4949).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2716).
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6399) dan Muslim (no. 2719 (70)).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3385) dan Abu Dawud (no. 3984). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4723).
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (V/ 121, no. 21163). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1669).
[12]. Dalilnya firman Allah Ta’ala:
وَبِالْأَسْحَارِ
هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzaaariyat/51: 18]
Hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ يَقُوْلُ:
مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ
يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ،
مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ.
مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ.
“Rabb kita (Allah) تَبَارَكَ وَتَعَالَى turun ke langit dunia pada sepertiga malam
yang terakhir seraya berfirman; ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini,
niscaya Aku akan memperkenankannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya
Aku akan memberikannya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku
akan mengampuninya.’” [HR. Al-Bukhari no. 1145, Muslim no. 758 dan at-Tirmidzi
no. 3498]
[13]. Dalilnya sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلدُّعَاءُ
لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ فَادْعُوْا.
“Do’a yang dipanjatkan antara adzan
dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” [HR. Abu Dawud no. 521,
at-Tirmidzi no. 212, Ahmad III/155 dan at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan
shahih.” Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahiihul Jaami’ no. 3408).
[14]. Dalilnya sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أََقْرَبُ
مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَ هُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ.
“Saat yang paling dekat antara
seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sedang sujud (kepada Rabb-nya),
maka perbanyaklah do’a (dalam sujud kalian).” [HR. Muslim no. 482, Abu Dawud
no. 875 dan an-Nasa-i II/226 no. 1137]
[15]. Dalilnya sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثِنْتَانِ
لاَ تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّماَ تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ عِنْدَ
الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً.
“Dua waktu yang tidak akan ditolak
(permohonan yang dipanjatkan di dalamnya, atau sedikit kemungkinan untuk
ditolak, yaitu do’a setelah (dikumandangkan) adzan dan do’a ketika berkecamuk
peperangan, tatkala satu dan lainnya saling menyerang.” [HR. Abu Dawud no.
2540, ad-Darimi no. 1200, Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahiihul Jami’
no. 3079].
[16]. Setelah ‘Ashar pada hari
Jum’at, dalilnya:
فِيهِ
سَاعَةٌ لاَيُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ
تَعاَلَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.
“Pada hari itu (hari Jum’at)
terdapat waktu-waktu tertentu, tidaklah seorang hamba berdiri melaksanakan
shalat dan berdo’a memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti akan
mengabulkannya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
isyarat dengan tangannya (yang menggambaran) waktu itu pendek.” [HR. Al-Bukhari
no. 935 dan Muslim no. 852 (13)]
Waktu itu adalah saat setelah shalat
‘Ashar sebagaimana yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad
(I/390).
[17]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
خَيْرُ
الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ…
“Sebaik-baik do’a ialah do’a hari
Arafah…” [HR. At-Tirmidzi no. 3585, Malik dalam al-Muwaththa’ no. 500, hadits
ini dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam Shahiihul
Jami’ no. 3274 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1503]
[18]. Dari Sahl bin Sa’ad
Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ثِنْتَانِ
مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ الْمَطَرِ.
“Dua waktu yang padanya sebuah
permohonan (do’a) tidak akan ditolak oleh Allah, do’a ketika setelah
dikumandangkan adzan dan do’a ketika turun hujan.” [HR. Al-Hakim II/114, Abu
Dawud no. 3540. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menghasankannya dalam
Shahihul Jami’ no. 3078]
[19]. 10 hari terakhir bulan
Ramadhan (di dalamnya terdapat Lailatul Qadar). Dari ‘Aisyah Radhiyallahu
anhuma ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang sebaiknya aku
baca pada Lailatul Qadar?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‘Bacalah:
اَللّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.
‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Mahapemberi maaf dan mencintai pemberian maaf, maka maafkanlah aku.’” [HR.
At-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jami’ no. 4423].