Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia
akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini
dikenal sebagai sakaratul maut.
Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat
di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari
goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya
ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang
sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan
tidak nyenyak dalam tidurnya”[2].
Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang
mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ
مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu
selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]
Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan
kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq
(perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan
mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga
maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3].
Juga ayat:
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ
{27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29}
إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai
kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”.
Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis
(kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”.
[Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan
orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu
tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah
penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan
kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya):
“Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari
kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka
pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan
qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan
menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari
badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala
untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah
sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya,
dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang
menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat
sesat dan kekufuran dan penentangan”.[4]
Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ
يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي
أخرجه البخاري ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ
“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi
air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya
berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul
maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”.
Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”[5]
Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام
وَا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ
فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ
“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat
penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu
setelah hari ini…[al hadits]” [6]
Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ
مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند
الموت وصححه الألباني
“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku
melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]
Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap
makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan
mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada
kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda. [8]
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ
مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ
السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ
أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ
مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى
يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا
تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا
فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ
الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ
وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong
akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih.
Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga,
serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata
memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari
berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah
menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran
air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut
mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di
tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di
kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di
bumi..”[al hadits].[9]
Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan
ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para
malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah
takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ
أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا
مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian
mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):”
Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan
akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh
(pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam
amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat
Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian
menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang
kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang
akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab kami akan
mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira
berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.
Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan
terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan
mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah
tafsiran yang bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.
Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya
para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya,
kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan
dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di
akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala
dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan
membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju
kenikmatan syurga”.[10]
Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam
keadaan baik dengan firman-Nya:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ
يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat
dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera
bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu
kerjakan”. [An Nahl: 32]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL
MAUT?
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam)
sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks
orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus
kesalahan-kesalahannya”[12]
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa
para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia
(sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang
akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan
mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak
mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi,
mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia
di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin
dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara
mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati
syahid.
Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para
kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang
berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa
orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang
menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan
Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah ingin menguji
mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat mereka di sisi-Nya.
Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan
menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu meringankan dan
mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka
dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti
Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang
bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk
kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan
telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang
kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka
duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas
kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan
Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud
(penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah. [14]
Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan
memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: ”
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ
وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ
تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ
الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat
mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini
kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]
Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan
menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat
mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang
ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab,
siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman
(Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan
untuk keluar.
Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika
itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang
tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan
yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian
dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.
Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa
masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk
bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan
terkabulkan. Allah berfirman:
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ
ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا
كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia.
Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun
perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta
dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim
yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul
lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon agar kita
semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu a’lamu bishshawab.
Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Diadaptasi oleh M. Ashim dari kitab Ahwalu Al Muhtazhir (Dirasah Naqdiyyah) karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ahmad Al ‘Ali, dosen fakultas Ushuluddin di Riyadh. Majalah Jam’iah Islamiyah edisi 124 tahun XXXVI -1424 H.
[2]. Al Maut hlm. 69
[3]. Lihat Jami’u Al Bayan Fii Tafsiri Al Quran (26/100-101) dan Fathul Qadir (5/75).
[4]. Taisir Al Karimi Ar Rahman Fi Tafsiri Kalami Al Mannan hlm. 833.
[5]. HR. Bukhari kitab Riqaq bab sakaratul maut (6510) dan kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
[6]. HR. Bukhari kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
[7]. HR. Tirmidzi kitab Janaiz bab penderitaan dalam kematian (979). Lihat Shahih Sunan Tirmidzi (1/502 no: 979).
[8]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/50-51).
[9]. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
[10]. Tafsiru Al Quranil ‘Azhim (4/100-101).
[11]. Adhwaul Bayan (3/266).
[12]. Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari (11/363).
[13]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/48-50) dengan diringkas
[14]. HR. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
_______
Footnote
[1]. Diadaptasi oleh M. Ashim dari kitab Ahwalu Al Muhtazhir (Dirasah Naqdiyyah) karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ahmad Al ‘Ali, dosen fakultas Ushuluddin di Riyadh. Majalah Jam’iah Islamiyah edisi 124 tahun XXXVI -1424 H.
[2]. Al Maut hlm. 69
[3]. Lihat Jami’u Al Bayan Fii Tafsiri Al Quran (26/100-101) dan Fathul Qadir (5/75).
[4]. Taisir Al Karimi Ar Rahman Fi Tafsiri Kalami Al Mannan hlm. 833.
[5]. HR. Bukhari kitab Riqaq bab sakaratul maut (6510) dan kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
[6]. HR. Bukhari kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446).
[7]. HR. Tirmidzi kitab Janaiz bab penderitaan dalam kematian (979). Lihat Shahih Sunan Tirmidzi (1/502 no: 979).
[8]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/50-51).
[9]. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
[10]. Tafsiru Al Quranil ‘Azhim (4/100-101).
[11]. Adhwaul Bayan (3/266).
[12]. Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari (11/363).
[13]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/48-50) dengan diringkas
[14]. HR. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).